Bukit Trunyan — Kintamani, Bali
Dari melepas rindu hingga terjebak angin kencang
Perjalanan dimulai pada bulan maret 2021 kemarin, tiba-tiba seorang teman menghubungiku dia mengajak untuk mendaki. Karena sudah lama tidak kembali melakukan pendakian, secara otomatis saya mensetujui tawaran tersebut. Tujuan saat itu adalah bukit trunyan, mungkin bukit trunyan masih asing terdengar oleh kebanyakan orang. Bukit trunyan terletak di Desa Trunyan, Kintamani, Bali memiliki ketinggian 1834 MDPL. Jalur pendakian bukit trunyan ini terdapat dua jalur yang bisa digunakan yaitu melalui jalur Desa Trunyan Kintamani Bangli dan arah jalur Desa Kubu, Tianyar, Karangasem. Akhirnya kami memutuskan memilih melalui jalur Desa Trunyan, selain itu teman sudah pernah mendaki leweti jalur ini.
Pada hari pendakian kami berjanji bertemu di Penelokan, Kintamani dikarenakan saya harus ke Kintamani dari pagi. Pendakian kali ini berjumlah 5 orang, setelah bertemu di penelokan dan melengkapi logistik, kami pun bergegas menuju Desa Trunyan. Perjalan terasa lama dikarenakan jalur menuju Desa Trunyan yang sepit dan cukup ekstrem ditambah beberapa jalur habis tertimbun longsor dengan sisa material masih menutupi badan jalan. Jam menunjukan pukul 20.00 WITA kami pun sampai pada pos pertama pendakian bukit trunyan. Rencana kami yang berangkat mendaki sore, namun alam berkata lain hujan deras dari siang hari membuat perjalanan kami tunda hingga sore hari baru berangkat.
Pukul 20.30 WITA kami memulai pendakian kali ini, perjalanan pertama melalui rumah beberapa warga sebelum masuk ke pintu rimba. Perjalanan terasa berat kami banyak berhenti untuk mengambil nafas, maklum akibat pandemi ini kami jarang melakukan olahraga dan pergerak terbatas. Pendakian malam sebenarnya tidak dianjurkan karena kita akan sulit untuk melihat jalur pendakian, kita juga harus berebut oksigen dengan tumbuhan sekitar. Setelah 1 jam 30 menit kami menyusuri hutan, akhirnya kami bertemu jalanan aspal persimpangan antara jalur dari Desa Truyan dengan jalur Desa Kubu, Tianyar Karangasem dan itu menandakan kami harus istirahat. Disini kami istirahat cukup lama untuk mengembalikan napas dan bercanda untuk menghilangkan rasa lelah.
Setelah beristirahat cukup lama, hawa dingin dan kabut memberikan isyarat pada kami, yaa sebelum badan ini terlalu malas untuk bergerak kami harus segera melanjutkan perjalanan. Kami berencana tidak membuat tenda di puncak melainkan area camping ground yang berada sebelum puncak, perjalan kali ini tidak seperti sebelumnya vegetasi lebih terbuka hanya beberapa kali melewati vegetasi hutan. Perjalan kami terasa semakin berat mungkin karena tubuh sudah lelah dan perut perlu diisi, maklum kami belum makan dari sore hari. Tak terasa 1 jam 30 menit kami sampai di area camping ground, syukur cuaca cerah selama perjalanan saya sempat khawatir dengan cuaca karena sebelum berangkat di sekitaran kintamani diguyur hujan.
Sampai di area camping ground kami membagi diri, ada yang menyiapkan air hangat dan ada juga yang membangun tenda, maklum malam itu angin berhembus cukup kencang dan udara mulai terasa dingin lagi, kami harus segera membuat badan hangat. Setelah tenda berdiri kami bergegas mengganti pakaian yang basah, lalu menikmati makan malam yang kami bawa. Kami tidak bisa berlama-lama diluar. Setelah menikmati makan malam kami bergegas untuk tidur, yaa perlu istirahat mengingat besok pagi rencana kami akan naik ke puncak bukit trunyan, dan bila memungkinkan kami ingin mendaki hingga puncak Gunung Abang. Oiya saya lupa, jika mendaki bukit trunyan ini kalian dapat melanjutkan pendakian hingga tembus di puncak Gunung Abang, bukit truyan ini terletak di sebelah utara Gunung Abang.
Pukul 05.00 WITA pagi saya terbangun walaupun semalam berniat tidak bangun pagi dan melihat matahari terbit. Suara angin yang bertiup cukup kencang semalaman membuat tidur tidak menyenyak, bangun untuk membuat secangkir teh hangat menjadi pilihan di kala menunggu matahari terbit dari timur.
Pagi itu kabut masih tebal matahari belum menampakan dirinya, setelah menghangatkan diri dengan teh akhirnya yang ditunggu-tunggu matahari mulai keluar dari persembunyiannya ya walaupun tertutup oleh awan namun tidak menutupi keindahannya kok. Dari bukit trunyan ini kita dapat menikmati matahari terbit dengan pemandangan daerah singaraja dan laut dari sebelah timur. Bahkan Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Timur terlihat malu-malu bersembunyi dibalik awan.
Sampai lupa karena pendakian malam, jadi kami tidak hanya bisa menebak-nebak pemandangan yang telihat jujur hanya terlihat lampu-lampu dari rumah warga disekitaran Desa Trunyan dan Batur. Setelah pagi tiba barulah kami terkesima melihat pemandangan disuguhkan dari bukit trunyan ini. Dari bukit trunyan kita dapat melihat Gunung batur dan danau batur yang berbentuk bulan sabit itu disebelah barat, bahkan jika cuaca cerah kita dapat melihat jajaran pegunungan batukaru gunung tertinggi kedua di Bali.
Akhirnya kami sampai di puncak bukit trunyan setelah 1 jam perjalanan, perjalanan terasa ringan karena beberapa beban dan logistik kami tinggal di tenda, puncak lumayan luas kira-kira bisa muat 5 sampai 6 tenda di sini juga terdapat shellter dari tumpukan rerumputan kering dan tulisan puncak trunyan 1834 MDPL. Ketika sampai dipuncak hanya ada tim kami disini dan dari kemaren malam tidak ada tim lain yang mendaki, mungkin karena pas dengan musim hujan ya. Tak lupa kami sembahyang, selesai sembahyang kami langsung memutuskan untuk istirahat dan sarapan karena perut kami sudah harus diisi.
Sarapan telah usai setelah mengambil beberapa gambar di puncak trunyan kami berdiskusi apakah perjalan akan dilanjutkan ke puncak gunung abang. Pada akhirnya kami memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalan dikarenakan ada seorang teman yang sedikit mengalami cedera dan mungkin karena lama tak beraktifitas berat sehingga kami tidak ingin memaksakan fisik. Kami harus mengalahkan ego kami, sudah sampai puncak trunyan pun kami sudah senang, masih ada hari lain untuk melakukan ekspedisi sampai ke puncak gunung abang tentunya dengan persiapan fisik yang lebih matang.
“Sebuah perjalanan bukan tentang mencapai tujuan, tapi bagaimana kita kembali pulang dengan selamat”
Setelah berkemas kami pun bersiap untuk turun menuju tenda, di perjalanan turun ini saya sangat terpukau dengan pemandangan yang tampak di depan mata saya, begitu indah dapat melihat gunung batur, danau batur serta kaldera dari gunung batur peruba ditambah dengan kumpulan awan disisi kaldera membuat pemandangan begitu menakjubkan sungguh hadiah yang indah dari Tuhan.
Sesampai tenda tak butuh waktu lama kami segera bergegas untuk berkemas dan membongkar tenda melihat terik matahari sudah mulai menyengat di atas kepala kami. Perjalanan turun terasa lebih cepat namun juga terasa lebih berat karena kami mengambil sampah-sampah yang ada sepanjang jalur pendakian. Sampah didominasi oleh sampah plastik air gelas mineral, bungkus permen dan bekas tissue basah. Sungguh miris melihat fenomena ini dari jauh kita disuguhkan pemandangan yang indah, namun ketika kita datang lebih dekat sungguh banyak melihat sampah yang dibiarkan begitu saja di sepanjang jalur pendakian.
“Kita berpetualangan ke alam bukan hanya untuk menikmati keindahan alamnya saja teman, tapi kita wajib untuk menjaganya”
Semoga pihak desa dapat mengelola tempat ini, bila perlu diberlakukan denda ketika ada yang ketahuan membuang sampah. Mari kita jaga bersama agar bukit Trunyan ini tetap indah dan nyaman untuk dikunjungi, jangan sampai dalam beberapa tahun kedepan alamnya rusak akibat sampah-sampah yang dibuang sembarangan.
“Tuhan tidak menciptakan sampah, manusialah yang menciptakan sampah”
Bagian terakhir dari petualangan ini adalah kami berlima sampai diparkiran dengan selamat kurang lebih 2 jam berjalanan dari puncak hingga sampai di parkiran. Sebelum pulang kami mengisi perut terlebih dahulu maklum dari pagi belum makan nasi, kata orang indonesia kalo belum makan nasi belum makan namanya hehehe. Sehabis makan siang kami berpisah, mungkin ini bukan perpisahan namun pulang ke rumah. Sekian cerita saya melaporkan dari bukit trunyan, terima kasih atas petualangannya besok kita muncak lagi.